Jakarta (ANTARA) – Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Wamendiktisaintek) Stella Christie menyampaikan bahwa pendidikan tinggi harus mampu mengubah keterampilan informal menjadi formal untuk menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas.
“Yang harus dilakukan pendidikan tinggi itu sebenarnya agak paradoxical (berlawanan), tetapi ini poin yang sangat penting. Pendidikan tinggi harus bisa mengubah keterampilan informal menjadi formal. Ekonomi Indonesia 60 persen saat ini masih di sektor informal,” katanya di Jakarta, Rabu.
Stella mengemukakan, sektor pekerjaan informal yang lebih banyak daripada sektor formal tidak sehat bagi negara, karena pekerja di dalam sektor informal tidak bisa menabung, penghasilannya hanya cukup untuk kehidupan sehari-hari.
“Mereka hanya hidup hari per hari berdasarkan pendapatan utama ke pendapatan lainnya. Kita harus mengubah ini untuk bisa keluar dari middle income trap (jebakan negara berpenghasilan menengah), agar kita bisa menjadi negara dengan pertumbuhan ekonomi yang maju,” ujar dia.
Ia juga menekankan pentingnya pemerintah menjadikan keterampilan informal ke formal agar sektor perekonomian semakin meningkat.
“Keterampilan yang didapatkan itu harus diformalisasikan. Kalau kita tidak memformalisasikan keterampilan tersebut, atau jika sistem pendidikan tinggi tidak memberikan kesempatan untuk memformalisasikan, seluruh sektor ekonomi informal kita tidak akan meningkat, dan ini berbahaya bagi kepentingan ekonomi negara kita,” paparnya.
Untuk itu, Stella menyampaikan salah satu cara yang bisa dilakukan untuk mengubah keterampilan informal menjadi formal, yakni melalui mikro kredensial atau memberikan pembelajaran yang cepat dan fokus secara spesifik gua mengembangkan keterampilan individu yang dibutuhkan di dunia kerja atau bidang tertentu.
“Mikro kredensial ini sudah dilakukan di berbagai negara termasuk di negara Eropa dan di negara Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) lainnya. Satu hal yang penting adalah mikro kredensial telah terbukti meningkatkan pendapatan dan penyerapan tenaga kerja,” tuturnya.
Ia memaparkan hasil penelitan yang dilakukan di negara-negara OECD tersebut bahwa mereka yang mengikuti mikro kredensial 3,5 persen lebih mungkin untuk dipekerjakan di dalam tahun yang sama.
“Contoh lainnya, ini berdasarkan data OECD 2023, bagi para pelajar mikro kredensial yang sudah mempunyai gelar S1, proporsi mereka yang dipekerjakan di industri kelas rendah (low value service industry) menurun dari 22,1 persen ke 9,9 persen dalam dua tahun setelah menyelesaikan mikro kredensial durasi pendek,” ucap Stella.
Stella juga mengatakan, mikro kredensial dapat memberikan keuntungan ekonomi yang hampir sama bagi mereka yang berasal dari disadvantaged group, atau menurut OECD yakni mereka yang tidak mampu menamatkan pendidikan SMA, atau tamat tetapi tidak dapat langsung berpartisipasi di industri kelas tinggi.
“Mikro kredensial dapat mengubah pekerjaan informal menjadi formal, dan secara inklusifitas dan sosial juga terbukti tinggi,” katanya.